3 Des 2011

Rapper Medan, Berkarya Sambil Ngegaya

Teks oleh Averos Lubis | Foto oleh M. Amir Imanuddin & Istimewa


 
Ketika hip-hop dan nge-rap udah jadi lifestyle, gaya bicaranya pun berubah menjadi slang, mengenakan baju plus celana gombrong (pakaian longgar) . Nggak lupa, topi besar yang agak miring pun ikut dipakai mereka .



MEREKA menyebut diri sebagai ‘virus‘ rap di Medan. Soalnya, persis seperti virus pada umumnya, eksistensi mereka cepat menyebar. Lantas, membuat banyak orang yang ter- influenced malah ikut-ikutan ‘membelah diri‘ dan menciptakan ‘wabah‘ yang lebih massif di seantero kota. Dan, memang sudah banyak anak muda yang mulai mengandrungi musik yang katanya berawal dari New York ini. Tidak sedikit pula yang sudah menelurkan album mini maupun kompilasi yang bersifat indie.

Nah, kalau kamu ingat lagu Borju kepunyaan Neo atau Nombok Dong milik Iwa K., maka sebenarnya kamu udah tau apa dan siapa itu rapper. Itu kan nasional. Kalau untuk lokal, ada beberapa pentolan, seperti Ucok Munthe, Fundamental Authentic Mind a.k.a Jere, dan Regenerasi Microphone. Mereka semua mengaku banyak terinspirasi oleh karya-karya rapper besar Nusantara tersebut.

Berawal dari Ucok Munthe
Peminat rapper di Medan nggak mungkin nggak kenal laki-laki plontos yang bernama lengkap Ardiansyah Munthe ini. Sosok adam yang udah berusia 31 tahun ini punya andil yang besar bagi rapper-rapper muda di Medan. Walau begitu, doi tetap dengan nada rendah berujar kalau, “Sebenarnya saya nggak merasa sebagai pencetus atau pengembang biak kawula rapper di Medan. Masih ada Chrisco Panggabean juga yang cukup mempengaruhi urban Medan untuk menikmati musik hip-hop ini.”

Istilahnya kalau di New York ada Dr. Dre dengan The Chronic‘s pada awal tahun 1992 menyebarkan aliran hip-hop G-Funk (berisi musik tahun 70-an) sehingga menjadi identitas baru musik West Coast hip-hop kala itu, maka rapper-rapper muda Medan menyebut laki-laki yang nggak pernah absen memakai baju gombrong ini juga sebagai penyebar ‘wabah‘ aliran musik hip-hop di Medan.

Soal dari mana gaya-gaya rapper -nya ter -influenced, Ucok mengaku cukup terpengaruh oleh performance Wu Tang Clan. Selama membawa seni musik hip-hop dalam ‘darahnya‘, rapper kelahiran Deli Tua ini cuma punya satu keinginan yang nggak muluk-muluk. Katanya, “Ingin memasyarakatkan serta mengangkat citra dan martabat hip-hop di Medan.”

Biarpun dirinya udah ngeluarin album seperti Aku dan Diriku atau album kompilasi kayak Hip Hop Tanpa Tembok, Ucok Munthe ini nggak pelit membagi pengalamannya. Itu sebabnya kalau mau nyari dia untuk sekadar sharing atau bahkan meminta ‘petuah‘ untuk performance pun, nggak susah mencarinya. Tinggal datang ke warkop UISU, maka rapper senior ini langsung keliatan bersama rapper-rapper lainnya.


Fundamental Authentic Mind & Dwell Fam
Masih muda dan penuh segudang prestasi, maka banyak orang bilang kalau dia ini kecil-kecil cabe rawit. Pemilik nama Jeremiah Norman Saragih ini bahkan udah punya album pribadi, Jere Metamorfosis. Oh, ya, pemilik nama lain Fundamental Authentic Mind ini juga rupanya pernah diikutsertakan Ucok Munthe dalam album Hip Hop Tanpa Tembok. Lantas, sekarang dia masih sibuk mempersiapkan penggarapan album kompilasi Dwell-Fight for Dwell Well.

Sewaktu mendengar lirik dari lagu-lagu ciptaan pemilik nama asli Jeremiah Norman Saragih ini, saya cukup heran dan terkejut. Bukan karena tempo musiknya. Namun karena kebanyakan kata-kata yang dipakai kebanyakan penuh dengan kata-kata lugas—bahkan nggak jarang terkesan kasar.

Tren ciptaan Grandmaster Flash dan The Furious Five inilah yang menjadi faktor pembeda Jere dengan yang lainnya. “Apa yang diucapkan dalam lirik biasanya pure merupakan isi hati ketika melihat ketidakadilan,” bilang cowok kelahiran Mei 1992 ini. Hmm... pantes aja, Neo ngeluarin lagu Borju, mungkin dia pengen ngungkapin sikap-sikap kaum borjuis yang sering belagu, he-he-he...

And you have to remember, bukan berarti rapper adalah orang-orang yang kasar. Sebab ketika mereka latihan, saya sendiri melihat kalau mereka sangat ramah terhadap satu sama lain, asyik, bahkan cukup humoris juga. Nggak jarang, mereka bisa tertawa sampe cekikikan kalau ada di antara mereka yang mengeluarkan candaan super garing. Ada-ada aja tingkah mereka ini.

Soal Dwell Fam, Jere bercerita kalo Dwell Fam sebenarnya adalah grup musik yang diciptakannya bersama beberapa grup rap lainnya, seperti Simple Skill (Dani & Mbong), You-D (solo), dan Universal Magnetic (Remi23, J.O.E., serta Lukita). Jere sendiri hadir sebagai sang soloist. Ngomongin soal jadwal latihan, mereka nggak ada punya jadwal rutin yang diwajibkan. “Asalkan semua bisa, maka latihan pun dimulai,” imbuh Jere lagi.

Penggalan kisah terbentuknya Dwell Fam ini cukup unik. Soalnya, sebelumnya mereka nggak pernah berpikir untuk bergabung. Awalnya, hanya sekadar ngumpul di mini studio ( Home Studio Recording, Dwell Rec, milik Jere). Lalu, konsistensi latihan akhirnya menggiring mereka untuk saling bertukar pikiran, hingga terbentuklah Dwell Fam.

Sambil memperhatikan gaya dan mulut yang berkomat-kamit, cowok ini juga mengaku kalau dia cukup banyak dipengaruhi oleh para rapper senior seperti, Ucok Munthe, Rontak Family, P Squad, Batik Tribe, Homicide, Wu Tang Clan, Talib Kweli, Busta Rhymes, Common, dan Mos Def.

Regenerasi Microphone
‘Berapa banyak mikrofon yang kau butuhkan saat kau jadi rapper?‘ (Ucok Munthe)
‘Satu mikrofon!‘ (Segerombolan anak muda bergaya hip-hop).

Begitulah salah satu performance yang ditampilkan kawula muda ini manakala sedang bernyanyi di stage bersama Ucok Munthe. Penuh percaya diri, berani berkarya, serta selalu hadir dengan semangat yang cukup tinggi. Itu sebabnya, waktu ketemu mereka, ada semacam perasaan yang menggelitik batin saya. Namun, akhirnya saya mengamini harapan mereka begitu melihat kiprah dan semangat yang mereka tularkan terhadap rapper-rapper belia yang baru lahir.

Hip-hop Medan bisa menjual. Nggak cuma menang gaya aja

Berhubung dulu mereka sering nongkrong di markas besar di Jalan Teratai (Deli Tua)—tepatnya di kediaman Ucok Munthe—akhirnya lambat laun mulai nyoba untuk nulis lirik rap sampai akhirnya serius mendalami musik itu sendiri. Intensitas pertemuan mereka ini pulalah yang mendaratkan mereka di posisi dubbing tiap kali Ucok Munthe naik di pentas. Semacam posisi backing vocal saat Ucok show.

Akbar, salah satu pentolan Regenerasi Microphone cerita kalau kecintaan terhadap musik hip-hop aja nggak cukup menjadi modal mereka untuk menyebut diri sebagai kaum pencinta aliran hip-hop. “Kalau nggak berani untuk memulai berkarya dan menampilkan karya, maka itu sama aja boong ,” bilangnya. Ini serius dan nggak main-main lho ... Pasalnya kalau hanya sekadar gaya-gaya doang, gimana mungkin bisa berkarya.

“Memang hip-hop bukan budaya asli negara kita. Tapi setidaknya kita harus terus berkarya untuk menjadi rapper ,” tambah Akbar lagi. Itu sebabnya, Regenarasi Microphone ini tidak bersifat mengikat.

Kelompok ini menampung siapa pun yang ingin belajar menjadi rapper hingga akhirnya membentuk kelompok rapper sendiri. Akunya lagi, “Istilah gampangnya ya sebagai wadah. Karena di sini memang tempatnya buat orang-orang yang belajar dari nol untuk mengembangkan karya mereka.” Hmm... pantes aja mereka nggak mau menetapkan kapan jadwal latihan atau sekadar kumpul-kumpul yang tetap bagi setiap anggota.

Untunglah ada Regenerasi Microphone ini. Dengan begitu, para rapper belia bisa mengasah penampilan mereka di atas panggung bersama Ucok Munthe. Kalaupun suatu saat penampilan mereka sudah meyakinkan, maka mereka tinggal merampungkan lagu untuk menciptakan album sendiri.

“Dengan demikian, karya hip-hop di Medan bisa menjual. Sehingga nggak cuma menang gaya aja ,” seloroh Akbar demi mengingatkan pada rapper muda agar nggak malu-malu naik ke pentas bersama Ucok dan mempertunjukkan kepiawaian mereka.

0 komentar:

Posting Komentar

KLIK DIBAWAH INI

Flagcounter

free counters

Followers